Hak Angket 2024

 Hak Angket Dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024: Apa Yang Terjadi?

            Perihal Proses Formil dan Sejarah Hak Angket
Oleh Divisi Kajian dan Riset HMPSIH 2024

Penulis: Fajar Permana, Aldrich Aditya Dinova, Dionysius Rama Nandyka, Muhammad Fikri Rusyana, Daniel Valentino Rajagukguk, dan Dita Nur Rosmawati

 

BAB I

            Tahun 2024 menjadi tahun bagi rakyat Indonesia kembali berpesta demokrasi. Hal ini dikarenakan pada tahun 2024 Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden beserta Wakil Presiden (Pilpres), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Setiap masa, Pemilu selalu menarik banyak perhatian masyarakat, terutama Pilpres terlebih saat tahun 2014 dan 2019 yang pada saat itu Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto (Prabowo) berturut-turut menjadi aktor utama pesta demokrasi. Tahun 2019 menjadi puncak atmosfer persaingan antara Jokowi dan Prabowo dalam Pilpres, sebab pada masa itu terjadi polarisasi yang sangat kuat di masyarakat.

            Setelah dua masa Pilpres yang sangat sengit berlangsung, membuat masyarakat berspekulasi bahwa Indonesia akan selalu terbelah menjadi dua kubu dalam pilihan politik. Namun, hal tersebut terbantahkan pada 23 Oktober 2019, ketika Prabowo bergabung dengan Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin oleh lawan politiknya, yaitu Jokowi.[1] Hal ini tentu mengejutkan masyarakat sebagai pemilih, sebab bergabungnya dua kubu dalam satu pemerintahan yang sama merupakan momen yang jarang sekali terjadi dalam dunia politik.[2]

Prabowo bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju sebagai Menteri Pertahanan, posisi ini sesuai dengan latar belakang karir militernya. Sebagian masyarakat memandang langkah tersebut mengkhianati para pendukungnya. Namun, sebagian masyarakat lainnya memandang Prabowo berhati besar untuk bersedia menjadi menteri mantan lawannya, Jokowi. Keberadaan Prabowo dalam kabinet menjadi tanda  dimulainya rekonsiliasi hubungan dirinya dengan Jokowi. Sebagai contoh, pada Maret 2023, tepat 11 bulan sebelum dilaksanakannya pilpres 2024, Jokowi melakukan kunjungan kerja dalam rangka meninjau panen raya padi di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Kunjungan Jokowi ini menjadi perhatian. Sebab, kunjungan kali ini Jokowi ditemani oleh Menteri Pertahanan, Prabowo dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.[3]

Momen kebersamaan ini mulai menimbulkan asumsi Jokowi secara tidak langsung memberikan pesan kepada masyarakat bahwa tongkat kepemimpinannya selama 2 periode ini akan dilanjutkan oleh sosok Prabowo dan Ganjar Pranowo.  Asumsi hanyalah asumsi, April 2023 secara resmi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melalui Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP, didukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengutus Ganjar Pranowo sebagai bakal calon Presiden yang diusung oleh PDIP untuk Pilpres 2024. Penunjukan yang dilaksanakan di Istana Batutulis, Bogor tersebut dihadiri oleh Jokowi dan beberapa tokoh penting lainnya seperti Ketua DPR RI, Puan Maharani dan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Saat itu, Jokowi berkomentar tentang pribadi Ganjar Pranowo sebagai “pemimpin yang dekat dengan rakyat”.[4]

Satu bulan setelah penunjukan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon Presiden Republik Indonesia (RI), Jokowi membuat sebuah pernyataan yang cukup mendapat respon negatif di masyarakat. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa Jokowi akan melakukan ‘cawe-cawe’ dalam Pilpres 2024. ‘Cawe-cawe’ merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya ikut campur.[5] Jokowi menjelaskan bahwa ia melakukan cawe-cawe Pilpres 2024, sebab Indonesia berada dalam masa krusial peralihan status Indonesia dari negara berkembang ke negara maju ditentukan dalam 13 tahun ke depan. Meskipun begitu, respon masyarakat menilai bahwa cawe-cawe Jokowi yang masih menjabat sebagai Presiden dinilai sebagai tindakan yang tidak etis, sebab ditakuti adanya intervensi kekuasaan yang menyebabkan pilpres tidak netral.[6]

Gejala pilpres tidak netral pun semakin ramai dibicarakan setelah anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka (Gibran) pada Oktober 2023 diusung oleh partai Golongan Karya (Golkar) sebagai bakal calon Wakil Presiden menemani Prabowo sebagai bakal calon Presiden yang merupakan hasil dari  Rapat Pimpinan Nasional Golkar.[7] Pada Rabu, 25 Oktober 2023 secara resmi Prabowo mendaftarkan diri ke KPU sebagai bakal Calon Presiden bersama wakilnya, Gibran.[8] Pemilihan Gibran sebagai tandem dari Prabowo menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat, seperti apakah Jokowi secara terang-terangan mendukung Prabowo dalam pilpres 2024. Berbeda dengan sebelumnya, asumsi masyarakat tentang dukungan Jokowi kepada Prabowo dapat dikatakan sangat kuat. Didukung beberapa fakta seperti adanya makan malam antara Jokowi dan Prabowo di tengah masa kampanye, tepatnya pada awal bulan Januari 2024.[9]

Mendekati pilpres, langkah Istana kembali membuat masyarakat heran dengan diturunkannya bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat yang digadang-gadang dapat mendongkrak suara dari pasangan calon (paslon) 02, Prabowo-Gibran. Bansos tersebut terkesan janggal karena dibagikan jelang pilpres, yakni pada bulan Februari dengan jumlah yang tidak sedikit. Dana APBN yang digunakan untuk keperluan bansos mencapai angka 11,2 triliun rupiah. Istana mengatakan bahwa bansos ini adalah untuk memitigasi risiko pangan, namun publik sudah terlanjur berasumsi lain.[10]

Pada hari pilpres dilaksanakan yakni Rabu 14 Februari 2024 kemarin, masyarakat berbondong-bondong pergi ke TPS untuk mencoblos, termasuk mencoblos Presiden dan Wakil Presiden pilihan tiap-tiap individu masyarakat. Saat ini, hasil dari Pilpres sudah diumumkan oleh KPU, yang diungguli oleh pasangan Prabowo-Gibran dengan total raihan suara yang cukup untuk mengakhiri pilpres dalam 1 putaran. Namun, ada beberapa pihak yang tidak senang dengan hasil perolehan sementara ini dan merasa dicurangi pihak Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran dan  Jokowi selaku Presiden yang sedang menjabat, sekaligus ayah dari cawapres, Gibran. Ganjar Pranowo, pesaing dari Prabowo dalam kontestasi Pilpres Presiden 2024 sempat memberikan pernyataan tentang rencana penggunaan hak angket untuk menyelidiki adanya kecurangan dalam pilpres Presiden dan Wakil Presiden kali ini, namun pertanyaan selanjutnya adalah apakah hak angket dapat membatalkan kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 atau ada dampak yang lain dari pelaksanaan hak angket ini apabila benar-benar terjadi?

Definisi Hak Angket

Dalam Sejarah, eksistensi hak angket yang bermula pada abad ke-14 di Inggris dilatarbelakangi oleh adanya suatu keinginan untuk menciptakan suatu hak untuk menyelidiki serta menghukum mereka, para pejabat maupun para penguasa yang melakukan penyelewengan terhadap jabatan yang diembannya. Hukuman tersebut berupa right of impeachment atau suatu hak untuk memakzulkan pejabat yang berkuasa, dalam hal ini pejabat eksekutif.[11] Dengan pemakzulan, maka pejabat yang dimakzulkan akan kehilangan segala kewenangan jabatan yang sebelumnya dimandatkan pada dirinya. Selain itu, pemakzulan akan menyebabkan pejabat tersebut tidak berkuasa hingga masa jabatannya habis, atau dengan kata lain diberhentikan di tengah masa jabatannya.[12]

Untuk memahami lebih lanjut tentang apa itu hak angket, maka kita perlu untuk membedah definisi dari hak angket itu sendiri. Hak angket yang digunakan di Indonesia merupakan hasil dari alih Bahasa perundang-undangan Belanda, yakni recht van enquete. Dalam perundang-undangan Belanda, kata recht van enquete berarti hak untuk menyelidiki. Belanda sendiripun mengadopsi kata enquete dari Bahasa Perancis, yang berarti pemeriksaan, penyelidikan, pengusutan. Selain definisi-definisi yang telah dipaparkan sebelumnya, Naswar, Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, menjelaskan bahwa hak angket merupakan hak untuk mengetahui keadaan pemerintahan, baik dalam rangka mengetahui pelaksanaan pemerintahan maupun untuk mencari bahan untuk merumuskan kebijakan, memberikan persetujuan dan pertimbangan mengenai orang, keadaan atau suatu peristiwa.[13]

 Hak Angket Menurut Hukum Positif

Pengertian tentang hak angket diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 20A ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPR Daerah (UU 17/2014). Dalam Pasal 20A ayat (1) UUD NRI 1945 dinyatakan bahwa DPR (DPR) memiliki 3 fungsi, yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.[14] Dari ketiga fungsi tersebut fungsi legislasi dan pengawasan adalah fungsi yang memiliki kaitan dengan hak angket dan hal ini diperjelas dalam Pasal 20A UUD NRI 1945 yang menjelaskan DPR dalam menjalankan fungsinya memiliki beberapa hak, yaitu hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Lalu apa itu hak angket menurut hukum Indonesia itu sebenarnya?

Definisi hak angket dijelaskan dalam Pasal 79 ayat (3) UU 17/2014. Dalam Pasal 79 ayat (3) UU 17/2014, dijelaskan bahwa hak angket merupakan hak bagi DPR untuk menyelenggarakan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah dengan hal penting dan strategis yang selanjutnya dapat memberi dampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[15] Selain hak angket, Pasal 79 UU 17/2014 juga menjelaskan 2 hak DPR lainnya, yaitu hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat. Untuk definisi hak interpelasi dijelaskan dalam Pasal 79 ayat (2) dan untuk definisi hak menyatakan pendapat dijelaskan dalam Pasal 79 ayat (4).

Prosedur Pengajuan Pelaksanaan Hak Angket

Untuk mengetahui bagaimana hak angket dapat dilaksanakan, kita harus melihat peraturan yang berlaku dalam lingkungan DPR dimana peraturan tersebut terdapat pada Peraturan DPR No.1 Tahun 2020 Tentang Tata Tertib (Peraturan DPR 1/2020) dapat dikatakan sebagai “Hukum Acara” dari pelaksanaan hak-hak yang dipegang DPR. Pasal 182 ayat (1) menetapkan bahwa jika DPR ingin mengajukan hak angket terhadap kebijakan pemerintah maupun pelaksanaan undang-undang, pengusul hak tersebut harus mengumpulkan paling sedikit 25 orang yang terdiri dari lebih dari 1 fraksi.[16] Tidak selesai di situ saja, ayat (2) menyatakan bahwa pihak yang mengajukan harus menyiapkan berkas-berkas dan dokumen yang mengandung sedikitnya tentang materi kebijakan/pelaksanaan undang-undang yang ingin diselidiki dan alasan kenapa DPR harus menyelidikinya. Pengajuan hak ini kemudian harus disetujui oleh rapat paripurna yang dihadiri 50% dari semua anggota DPR.[17]

Pengaturan tentang bagaimana pengusul untuk mengajukan hak angket terdapat dalam Pasal 183 Peraturan DPR 1/2020, dimana pengusul harus melaporkan kepada pimpinan DPR, yang berkewajiban untuk mengumumkan adanya pengajuan dan membagikannya kepada seluruh anggota DPR.[18] Badan Musyawarah berkewajiban untuk menjadwalkan rapat paripurna tentang usul hak angket dan memberikan kesempatan bagi para pengusul untuk menjelaskan secara ringkas kenapa hak tersebut diusulkan.[19] Selanjutnya, Pasal 183 ayat (4)  memberikan kesempatan kepada para pengusul untuk merevisi atau bahkan mencabut usulan mereka selama belum disetujui oleh rapat paripurna.[20]

 Setelah pengumuman dan penjadwalan rapat paripurna oleh Ketua DPR dan Badan Musyawarah, seluruh anggota DPR atau 50% dari anggota aktif DPR akan mempertimbangkan posisi pengusul agar mengambil keputusan untuk menerima atau menolak usulan hak angket yang dimajukan.[21] Dalam halnya usul tersebut diterima, DPR akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) bernama “panitia angket” dengan keanggotaan yang terdiri dari semua fraksi di DPR yang kemudian disahkan dengan keluarnya keputusan DPR tentang panitia tersebut. Keputusan DPR tersebut kemudian akan disampaikan kepada Presiden.[22] Namun, apabila DPR menolak usulan hak angket tersebut, usul hak angket tersebut tidak dapat diajukan lagi selama masa keanggotaan DPR yang sama. Hal tersebut menyebabkan pengajuan angket untuk materi tersebut dibekukan selama 5 tahun jika frasa “selama masa keanggotaan DPR yang sama”  diartikan sebagai masa jabatan DPR sampai Pilpres selanjutnya.

Prosedur Pelaksanaan Hak Angket

Selanjutnya jika usulan hak angket disetujui akan dibentuk satu tim khusus untuk menginvestigasi yang sebelumnya sudah disebut dengan sebutan Pansus. Pansus dibentuk untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah atau kebijakan yang dijadikan sebagai objek hak angket tersebut. Dalam melakukan penyelidikan, Pansus akan mengumpulkan data-data, memanggil saksi-saksi terkait objek hak angket untuk didengarkan keterangannya dan juga melakukan klarifikasi. Proses penyelidikan umumnya ini akan mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti pemerintah dan masyarakat umum. RDP ini bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi yang akurat yang memiliki hubungan dengan masalah yang sedang diselidiki.

Setelah semua proses penyelidikan dilakukan, Pansus akan menyusun laporan atas hasil penyelidikannya yang kemudian laporan tersebut akan dibahas bersama-sama dalam rapat paripurna DPR. Laporan yang akan dibahas akan menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh DPR tentang temuan hasil penyelidikan sebelumnya. Setelah semua proses telah dilakukan termasuk pembahasan laporan di sidang paripurna DPR, hasilnya dapat digunakan oleh DPR untuk memberikan saran kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan atau perubahan kebijakan yang terkait dengan hasil penyelidikan. Selain memberikan saran, DPR dapat melakukan beberapa tindak lanjut sesuai kewenangannya apabila dalam penyelidikan ditemukan adanya pelanggaran hukum atau tindakan yang merugikan negara.[23]

Hak angket juga memiliki beberapa fungsi lain. Sebagai contoh adalah fungsi kolektif  untuk kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan hukum atau kepentingan masyarakat dan fungsi pengawasan terhadap pemerintah dengan melakukan kontrol dan evaluasi terhadap kerja pemerintah serta kebijakan yang dilakukan dan hasil dari kontrol dan evaluasi tersebut dapat menjadi dasar untuk melakukan perumusan kebijakan legislatif, penyusunan dan perubahan atas undang-undang.[24] Fungsi hak angket, yang dapat mengevaluasi dan mengusulkan suatu kebijakan legislatif ini dapat dikatakan pedang bermata dua. Hal ini disebabkan kebijakan legislatif yang diusulkan atau dievaluasi ini dapat dijadikan senjata untuk kepentingan politik juga, bukan sekedar untuk kepentingan masyarakat dan negeri ini. Kita selaku masyarakat yang ikut dalam proses memuluskan jalan orang-orang parlemen dalam mendapatkan jabatannya di Senayan sudah sepatutnya untuk ikut mengawasi proses dan hasil dari pekerjaan mereka-mereka yang kita pilih untuk mewakilkan suara kita.

Hak angket pernah digunakan oleh DPR ketika untuk melakukan penyelidikan atas investigasi Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Miryam S. Haryani, yang saat itu sedang menjabat sebagai anggota DPR periode 2014-2019. Alasan DPR menggunakan hak angket saat itu bertujuan untuk meminta Komisi Pemberantasan Korupsi membuka rekaman hasil dari pemeriksaan Miryam S. Haryani. Tindakan tersebut juga dilakukan bersamaan dengan penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas beberapa kasus yang diduga melibatkan beberapa anggota DPR, yaitu kasus E-KTP.[25]

BAB 2

Kilas Balik 2019

Pilpres yang merupakan bagian dari Pemilu adalah momen penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara. Pemilu dan kebebasan menyampaikan pendapat merupakan tanda bahwa masih terdapatnya demokrasi di suatu negara.  Bukan hal yang asing bagi kita jika setelah Pemilu dilakukan timbul isu sengketa kecurangan. Sejak Pilpres perdana yang dilakukan pada tahun 2005 hingga Pilpres ke-4 di tahun 2019, isu dan gugatan sengketa kecurangan selalu menjadi berita hangat pasca Pilpres diselenggarakan. Mengingat Pilpres ke-4, Pilpres tahun 2019 tak luput diwarnai oleh kontroversi dan dugaan kecurangan.[26] Meskipun ada upaya penyelesaian sengketa, kontroversi dan dugaan kecurangan menimbulkan ketegangan di antara masyarakat karena saat itu sangat terasa polarisasi yang kuat.

Polarisasi yang kuat tersebut dapat tercipta karena dalam Pilpres 2019 hanya terdapat 2 kandidat utama yaitu Jokowi dan Prabowo yang menciptakan pertarungan politik sengit antara dua kandidat tersebut. Kedua kandidat ini memiliki basis pendukung yang besar, yang membuat Pilpres 2019 menjadi salah satu kontestasi politik paling sengit dalam sejarah Indonesia. Setelah dilakukannya pemilihan dan hasil suara sementara dikeluarkan oleh badan badan survey, timbul isu dugaan kecurangan yang dinyatakan oleh kubu Prabowo-Sandiaga. Beberapa dugaan kecurangan tersebut antara lain adalah praktik politik uang (money politics), penggunaan sumber daya negara untuk kepentingan politik tertentu, dan tuduhan manipulasi hasil pemungutan suara[27].

Dalam pertimbangannya, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut bahwa tudingan Prabowo-Sandiaga Uno terkait money politics yang dilakukan kubu Joko Widodo- Ma’ruf Amin dengan menaikkan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak berdasar dan pihak pengacara kubu Prabowo-Sandiaga dianggap tidak bisa menjelaskan kausalitas antara tudingan itu dengan perolehan suara kubu Prabowo-Sandiaga. MK menilai bahwa meskipun masih terdapat kekurangan dalam proses Pilpres Presiden dan Wakil Presiden, namun hal tersebut tidak cukup mempengaruhi hasil akhir secara signifikan.

Selain itu, Kubu Prabowo-Sandiaga yang mempermasalahkan himbauan Presiden kepada jajaran Polri untuk mensosialisasikan program pemerintah, dijawab oleh Aswanto sebagai hakim MK bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar. Diwajarkan tindakan tersebut karena menurutnya tidak ditemukan adanya ajakan memilih paslon tertentu. Bukti berita daring dari kubu Prabowo-Sandiaga yang menyebut kepolisian membentuk tim “buzzer” untuk mendukung salah satu calon juga tidak dapat dibuktikan. Majelis hakim juga tidak menemukan adanya indikasi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam pelatihan saksi yang digelar Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin.[28]

Setelah melalui proses panjang dengan memeriksa gugatan dan bukti-bukti juga pendapat ahli yang diajukan oleh pihak-pihak yang bersengketa, MK pada saat itu memutuskan untuk mengadili sengketa Pilpres 2019. Proses pengadilan di MK tidaklah mudah, mengingat kompleksitas dan sensitivitasnya isu ini. Namun, MK harus memastikan bahwa putusan yang diambil didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan hukum yang berlaku. Pada akhirnya MK mengeluarkan keputusan yang menyatakan menolak seluruh gugatan permohonan Prabowo-Sandiaga.

Pilpres 2024, Lagu Lama Terulang Kembali?

Pilpres Tahun 2024-2029 tidak berbeda dari Pilpres sebelumnya. Capres nomor urut satu, Anies Baswedan (Anies) mengklaim bahwa tim hukumnya telah menemukan bukti terhadap dugaan kecurangan yang terjadi sebelum 14 Februari 2024 yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).[29] Hal ini disangkal oleh KawalPilpres.org yang menyatakan bahwa tidak ada indikasi adanya kecurangan yang terjadi pasca pemungutan suara dengan alasan bahwa hal-hal yang dianggap sebagai “kecurangan” hanyalah kesalahan teknis semata dan bukan merupakan kesengajaan dari pihak penyelenggara Pilpres. Hal ini kemudian dibantah oleh pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin. Ujang Komarudin menyampaikan bahwa “Kita tidak bisa berasumsi setelah pencoblosan tidak ada kecurangan, kalau kita pemain politik jadi timses atau penyelenggara, justru kerawanan kecurangan ada setelah pencoblosan, maka ada istilah perpindahan suara, penggelembungan itu kan dalam konteks penggelembungan.”[30]

            Sentimen terhadap adanya dugaan kecurangan Pilpres diperkuat dengan adanya peristiwa-peristiwa yang menunjukkan kecurangan. Salah satu dari peristiwa tersebut adalah menjadi terdakwanya tujuh orang anggota non-aktif Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur atas dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih luar negeri.[31] Tim hukum capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo menyatakan bahwa mereka juga menemukan bukti dugaan atas kecurangan melalui pengerahan aparatur keamanan negara dengan melakukan intimidasi dan pemaksaan kepada kepala desa, pengarahan opini masyarakat untuk memilih paslon yang tidak sesuai hati nurani dan upaya untuk menekan partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak suaranya. Sama halnya dengan paslon nomor urut satu, paslon nomor urut tiga juga memiliki kesamaan dimana mereka menitikberatkan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) yang berperan untuk memenangkan paslon 02 Prabowo dan Gibran.[32]

            Melihat acuan dari penyelesaian sengketa Pilpres pada tahun 2019, dimana pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo dan Sandiaga Uno mengajukan permohonan tentang adanya dugaan kecurangan Pilpres dengan kriteria TSM. Selain itu pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo dan Sandiaga Uno juga menyerahkan 51 alat bukti kepada MK, namun MK menolak dalil pemohon dengan penjelasan bahwa dalil adanya kecurangan TSM tidak beralasan hukum.[33]

Kriteria tentang apakah suatu pelanggaran Pilpres dapat diklasifikasikan sebagai TSM terdapat dalam Peraturan Badan Pengawasan Pemilihan Umum No.8 Tahun 2022 (Perbawaslu 8/22). Bawaslu mendefinisikan pelanggaran TSM dalam Pasal 1 angka 33 sebagai “Pelanggaran Administratif Pilpres yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang selanjutnya disebut Pelanggaran Administratif Pilpres TSM adalah perbuatan atau tindakan yang melanggar tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pilpres dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pilpres, dan/atau pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD, Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggaraan Pilpres dan/atau Pemilih yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif”.[34]

Teknis penyelesaian sengketa Pilpres dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi  No. 4 Tahun 2004 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (Peraturan MK 04/2004), dimana Pasal 4 huruf b menetapkan lingkup materi permohonan dapat mencakupi penentuan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang masuk pada putaran kedua, serta terpilihnya calon presiden dan wakil presiden. Permohonan tersebut diberikan tenggat waktu selambat-lambatnya 3×24 jam sejak penetapan hasil Pilpres nasional oleh KPU berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan MK 04/2004. Selain ketentuan ruang lingkup materi dan jangka waktu, Pasal 5 ayat (4) huruf b Peraturan MK 04/2004 mensyaratkan bahwa posita permohonan harus menguraikan:

  1. Kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon;
  2. Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.[35]

Pasal 7 Peraturan MK 04/2004 kemudian menyatakan bahwa Majelis Hakim yang beranggotakan 3 orang hakim konstitusi menyelenggarakan pemeriksaan pendahuluan yang bertujuan untuk memeriksa kejelasan materi permohonan dan diwajibkan untuk memberikan nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan dalam peristiwa adanya kekurangan. Pemohon wajib untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan sesuai nasihat hakim, jika pemohon tidak mengindahkan nasihat hakim, maka Panel Hakim mengusulkan agar permohonannya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard).[36] Setelah melalui pemeriksaan pendahuluan, MK melakukan pemeriksaan persidangan sesuai dengan Pasal 8 Peraturan MK 04/2004 meliputi sidang yang terbuka untuk umum, dan pemeriksaan yang ditentukan dalam ayat (3) yang meliputi:

  1. Kewenangan MK untuk mengadili perkara;
  2. Kedudukan Hukum (Legal Standing) pemohon;
  3. Pokok Permohonan;
  4. Keterangan KPU;
  5. Alat Bukti.[37]

            Setelah proses pemeriksaan telah selesai, hakim-hakim MK akan menyelenggarakan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang dilakukan secara tertutup dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya tujuh hakim konstitusi dimana mereka akan mengambil keputusan setelah mendengarkan laporan Panel Hakim yang memeriksa permohonan. Pengambilan keputusan ini bersifat mufakat, apabila mufakat tidak dapat terjadi, maka pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak, dan jika tidak ada suara terbanyak maka suara Ketua Sidang Pleno Hakim Konstitusi menentukan sebagai tiebreaker.[38] Setelah RPH, maka Majelis Hakim akan membacakan putusan perkara di sidang yang terbuka untuk umum, dimana amar putusan dapat berhasilkan antara tidak dapat diterima, dikabulkan, atau ditolak karena tidak beralasan. Hasil Putusan tersebut bersifat final dan tidak dapat diupayakan lagi.

Keterkaitan Pilpres dan Hak Angket

Dengan penjelasan sebelumnya lalu bagaimana urusan antara Pilpres dengan hak angket? Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret, Agus Riewanto, yang dalam pendapatnya menyatakan bahwa bila hak angket digunakan untuk mengusut dugaan kecurangan Pilpres, maka yang dihasilkan oleh hak angket itu sendiri hanya berupa rekomendasi atau teguran dari DPR yang tidak dapat secara langsung mempengaruhi hasil Pilpres. Beliau menilai bahwa hak angket pada dasarnya bertujuan untuk mengawasi jalannya pemerintahan oleh pemerintah, maka yang dapat diusut oleh hak angket adalah kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi masyarakat, bangsa dan negara secara langsung. Sedangkan, dalam Pilpres yang menjalankan tugas penyelenggaraan rangkaian Pilpres adalah KPU yang merupakan lembaga independen. Sehingga menurutnya, bila ada pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil Pilpres, pihak tersebut seharusnya mengajukan gugatan perkara Pilpres ke MK sebagaimana ditentukan konstitusi negara Indonesia.[39]

Sejak pertama kali berdirinya MK pada tahun 2003, MK telah mengadili sengketa Pilpres perdana pada tahun 2004 hingga sengketa Pilpres terakhir pada tahun 2019.  Kewenangan MK untuk memutus sengketa Pilpres itu sendiri berasal dari amanat amandemen ketiga UUD NRI Pasal 24C ayat (1) yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.” Maka berdasarkan dalil tersebut, hanya MK lah lembaga tunggal yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Pilpres.[40][41]

Mengacu pada Pasal 475 ayat (1) Undang-Undang No.7 Tentang Pemilihan Umum menyatakan bahwa “Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pilpres Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pilpres Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU”. Dalam undang-undang mengenai Pilpres telah ditegaskan bahwa perselisihan yang mengenai penetapan perolehan hasil Pilpres Presiden dan Wakil Presiden, pasangan calon yang keberatan dapat mengajukannya kepada Mahkamah Konstitusi. Pada akhirnya, hak angket yang saat ini yang menjadi bola panas di DPR maupun pansus yang telah dibentuk oleh DPD apapun hasilnya tidak dapat merubah ataupun membatalkan hasil Pilpres 2024 karena Mahkamah Konstitusi menjadi satu-satunya lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa Pilpres.[41]

Hak Angket Dapat Membatalkan Kemenangan Paslon 02 Prabowo-Gibran?

Sesuai dengan penjelasan tentang hak angket dan proses penyelesaian sengketa Pilpres yang sudah pernah terjadi pada Pilpres tahun 2019, maka penggunaan hak angket oleh DPR ini memang ditujukan untuk menginvestigasi pemerintah pusat dalam dugaan turut membantu pihak Prabowo-Gibran dalam memenangkan kontestasi Pilpres tahun 2024 dengan kecurangan. Selanjutnya jika dalam proses investigasi benar ditemukannya turut campur pemerintah pusat dalam kecurangan yang memenangkan paslon 02 Prabowo-Gibran, maka temuan ini dapat menjadi dasar untuk DPR mengajukan usulan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selanjutnya MK akan memeriksa apakah benar telah terbukti bahwa Presiden dan Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden. Sesuai Pasal 7B UUD NRI 1945, jika MK memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden telah memenuhi syarat untuk diberhentikan, MK akan meneruskan usulan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR (MPR) yang dimana MPR akan menjadi titik penentu terakhir apakah benar Presiden dan/atau Wakil Presiden melalui rapat paripurna MPR.[42]

Usulan digunakannya hak angket ini untuk memakzulkan Presiden Jokowi dan/atau Ma’ruf Amin, bukan untuk membatalkan kemenangan Prabowo-Gibran karena sejatinya untuk membatalkan kemenangan Prabowo-Gibran hanya dapat dilalui melalui proses sengketa di MK. Penggunaan hak angket ini juga dapat dikatakan sebagai pedang bermata dua, sebab jika hak angket benar digunakan untuk menginvestigasi dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024 dan hasilnya terbukti bahwa ada kecurangan yang dilakukan pihak Prabowo-Gibran maka rakyat akan menjadi kehilangan kepercayaan kepada Presiden dan Wakil Presidennya, yaitu Prabowo dan Gibran. Namun, penggunaan hak angket ini juga dapat menguntungkan pihak Prabowo-Gibran, sebab jika hasil dari hak angket tersebut membuktikan sebaliknya bahwa tidak ada kecurangan yang dilakukan oleh Tim Kemenangan Nasional Prabowo-Gibran, hal ini akan menyebabkan rakyat yang semula tidak percaya kepada Prabowo-Gibran menjadi percaya kepada Prabowo-Gibran untuk memimpin negeri ini. Hal terakhir jika hasil dari hak angket tidak dapat membuktikan kecurangan Prabowo-Gibran, maka penggunaan hak angket ini akan menjadi ‘senjata makan tuan’ bagi pengusulnya.

BAB 3

Kontroversi Pemilu 2024

Penyelenggaraan Pilpres 2024 di Indonesia tidak luput dari perdebatan seputar dugaan keterlibatan dan kecurangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memenangkan paslon 02 Prabowo-Gibran. Isu dugaan kecurangan menyebar dan semakin memanas di masyarakat termasuk akademisi seiring waktu mendekati tanggal pilpres. Keterlibatan tersebut mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara, hal itu memicu kekhawatiran akan integritas demokrasi. Beberapa diantara dugaan kecurangan untuk kepentingan pemenangan paslon 02 Prabowo-Gibran adalah dugaan pengaturan penempatan pejabat kepala daerah guna pengkoordinasian pemenangan paslon 02 Prabowo-Gibran dan dugaan manuver percepatan penyaluran pencairan bansos (bansos) untuk kepentingan mengambil suara para penerima bansos.[43]

Keterlibatan Jokowi dalam pengaturan penempatan pejabat kepala daerah dicurigai sebagai strategi politik yang dapat menguntungkan untuk mengamankan dukungan politik dalam pemilihan presiden. Di satu sisi, penempatan pejabat di tingkat daerah adalah wewenang eksekutif pusat yang berada dalam kewenangan Presiden. Namun, jika pengaturan penempatan pejabat kepala daerah digunakan untuk kepentingan politik pribadi atau kelompok, hal tersebut dapat mengancam integritas demokrasi. Jika dapat dibuktikan bahwa dugaan ini benar adanya, maka hal tersebut menciptakan ketidaksetaraan dalam persaingan politik.

Dugaan percepatan penyaluran pencairan bansos oleh Presiden Jokowi sebagai upaya mengambil suara para penerima bansos untuk kepentingan pemenangan paslon 02 Prabowo-Gibran adalah isu yang memunculkan beragam pertanyaan tentang integritas demokrasi dan praktik politik yang sehat.[44]  Bansos pada dasarnya merupakan instrumen penting dalam upaya mengatasi kesenjangan sosial dan membantu masyarakat yang membutuhkan. Namun, ketika bansos menjadi objek politik maka prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial bisa terancam. Penyaluran bansos seharusnya didasarkan pada kriteria yang jelas dan transparan, bukan untuk kepentingan politik partikular. Para penerima bansos seharusnya tidak digunakan sebagai alat untuk kepentingan politik pemenangan kandidat tertentu. Menggunakan bansos untuk memperoleh dukungan politik merupakan bentuk manipulasi yang meruntuhkan proses demokrasi.

Apabila hak angket nantinya tetap akan diajukan, maka akan dibuat draft pengajuan hak angket yang direncanakan akan diajukan pada sidang paripurna selanjutnya. Hal tersebut membuktikan bahwa isu ini bukan hanya sekedar gertakan belaka. Jika benar tujuan utama diajukannya hak angket ini selain investigasi kecurangan pemilihan umum adalah pemakzulan Presiden akibat dugaan turut serta, maka apakah langkah tersebut proporsional dan demokratis? Hemat kami, penggunaan hak angket untuk memakzulkan Presiden haruslah mempertimbangkan prinsip proporsionalitas, yang berarti langkah ini haruslah menjadi pilihan terakhir setelah semua upaya lain untuk menyelesaikan masalah telah ditempuh. Pemakzulan Presiden haruslah didasarkan pada bukti-bukti kuat dan alasan yang sah, bukan semata-mata karena kepentingan politik. Prosesnya haruslah transparan, akuntabel, dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, perlu diingat bahwa proses ini harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek. Diantaranya seperti kuatnya bukti pelanggaran serius yang dilakukan oleh Presiden, dukungan publik yang signifikan agar tidak dianggap sebagai tindakan politik yang sewenang-wenang, proses yang adil dan transparan dengan memberikan kesempatan kepada Presiden untuk membela diri.

Selain dari dugaan politisasi bansos, langkah politik yang mendukung dugaan kecurangan dan upaya pemakzulan melalui hak angket adalah yang sikap dari Jokowi yang bertemu dengan pimpinan media nasional di Istana Kepresidenan, dimana Jokowi menyatakan bahwa beliau akan ‘cawe-cawe’ yang dimana kalimat tersebut memiliki arti yang beda dengan apa yang selama ini dipikirkan oleh masyarakat. Menurut Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, langkah politik yang dimaksud oleh Jokowi adalah dalam rangka melaksanakan pemilihan umum serentak 2024 yang langsung, umum, jujur, adil, dan demokratis. Namun tindakan Jokowi setelah mengeluarkan pernyataan langkah politiknya tidak sesuai dengan apa yang disampaikan Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden. Jokowi sebagai Presiden diduga mengotori demokrasi dengan turut ikut serta sebagai Presiden Partisan dengan sikap langkah politik tersebut.[45]

Selain dari kecurigaan partai politik, beberapa akademisi juga menyampaikan pendapatnya mengenai dugaan keterlibatan Jokowi dalam Pilpres 2024. Melalui Petisi Bulaksumur. Dalam petisi tersebut Akademisi Universitas Gadjah Mada mengatakan bahwa “Pelanggaran etik di MK, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam berbagai demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, dan pernyataan kontradiktif pembenaran-pembenaran presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik, serta netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi.” Guru besar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada mengatakan bahwa langkah politik paling nyata Jokowi terlihat dari dugaan pengambilalihan Partai Demokrat oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko: “langkah politik Presiden Jokowi nyata terlihat dalam dugaan pencopotan Partai Demokrat melalui KSP Moeldoko. PK Moeldoko di MA konon ditukar guling dengan kasus korupsi mafia hukum yang sedang berproses di KP.[46]  Tidak hanya akademisi yang menyampaikan keberatannya terhadap pengambilan sikap Jokowi, namun politikus dan wakil ketua umum partai demokrat Benny K Harman juga mengatakan bahwa seorang kepala negara sangat mungkin menggunakan aparatur negara untuk mewujudkan kepentingannya jika ikut campur dalam urusan pemilihan umum.

Legalitas Pemakzulan Terkait Dugaan Keterlibatan Presiden Dalam Pemilu

     Mantan Menkopolhukam RI dan calon Wakil Presiden Moh. Mahfud MD menyampaikan bahwa pemakzulan Presiden tidak mudah dan tidak bisa semudah yang dibayangkan, sebab pemakzulan Presiden sudah diatur sedemikian rupa agar tidak dilakukan sewenang-wenang. Menurutnya jika dilihat dari Pasal 7A dan Pasal 7B UUD NRI 1945, pemakzulan Presiden harus dimulai dari penilaian dan keputusan politik di DPR (impeachment), kemudian dilanjutkan ke pemeriksaan dan putusan hukum oleh MK (forum privilegiatum), lalu dikembalikan lagi ke prosedur impeachment (DPR meneruskan ke MPR) untuk diputuskan secara politik apakah putusan MK itu perlu diikuti dengan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden ataukah tidak. Tepatnya, UUD NRI 1945 menganut sistem campuran antara proses impeachment dan mekanisme forum previlegiatum dan kembali ke impeachment.

Menurut pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, mengatakan pemakzulan Presiden harus melewati proses yang tidak sederhana, mulai dari penentuan alasan pemakzulan Presiden hingga proses panjang yang harus dilewati. Menurutnya, terdapat tiga alasan seorang presiden dapat dimakzulkan atau diberhentikan dari jabatannya.  Pertama, Presiden melakukan pelanggaran pidana seperti suap, korupsi, pengkhianatan kepada negara, dan tindak pidana berat lainnya. Kedua, Presiden melakukan hal tercela. Terakhir, jika Presiden tidak lagi memenuhi syarat memimpin negara. Kemudian,  menurut peneliti senior pusat riset politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor, menurutnya pemakzulan terhadap Jokowi tidak mudah karena mayoritas partai politik di parlemen masih mendukung pemerintahan Jokowi.

     Proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden yang diatur dalam UUD NRI 1945 adalah penegasan bahwa Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut menjadi suatu langkah dalam perspektif ketatanegaraan agar pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden yang didasari faktor non-yuridis semata tak terjadi kembali di masa yang akan datang. Namun disisi lain, prinsip negara hukum yang menghendaki peradilan yang menjunjung keadilan yang tidak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lain yang akan menyimpangkan hakim dari kewajiban menegakkan hukum tanpa memihak serta menjadikan keadilan dan semangat untuk menjadikan hukum sebagai putusan akhir yang berwibawa dan dihormati seolah dikesampingkan dalam proses pemakzulan Presiden dan/ atau Wakil Presiden, karena dalam mekanisme impeachment, putusan MK yang membenarkan pendapat DPR tidak bersifat final. Tahapan selanjutnya putusan tersebut dapat saja tidak disepakati dan dianggap sesuatu yang sementara oleh suara mayoritas di MPR, terlebih tidak ada satu pun ketentuan dalam konstitusi maupun peraturan perundang- undangan lain yang mengatur secara tegas kekuatan putusan MK dalam hal ini. Ditambah lagi dengan masih diberikannya kesempatan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden menyampaikan penjelasan dalam sidang paripurna di MPR. Artinya, tidak menutup kemungkinan putusan hukum dapat saja dikalahkan oleh putusan politik. Konsistensi sebagai negara hukum akan lebih terwujud bilamana proses akhir dalam sidang paripurna MPR bersifat menguatkan putusan MK.

           Berdasarkan Pasal 7B ayat 1 UUD NRI  1945 usulan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, dapat diajukan kepada MPR apabila MK telah terlebih dahulu memeriksa pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau/Wakil Presiden.  Pengajuan oleh DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya ⅔ anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ⅔ dari jumlah anggota DPR. Apabila putusan MK memutus bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan perbuatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 7B ayat 1 UUD NRI 1945,  DPR akan menyelenggarakan sidang paripurna guna meneruskan usul tersebut kepada MPR. Kemudian MPR berkewajiban menyelenggarakan sidang guna memutus usulan DPR selambat-lambatnya 30 hari sejak diterima usulan tersebut. Keputusan MPR dalam memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden wajib dihadiri ¾ dari jumlah anggota MPR dan mendapatkan persetujuan  ⅔ dari jumlah anggota MPR yang hadir.

Memastikan Keadilan dan Keabsahan Proses Pemakzulan Melalui Hak Angket

MK memiliki peran yang sangat besar dalam proses pemakzulan Presiden melalui hak angket. Hal tersebut didasari pada kewajiban MK untuk memberikan putusan atas pendapat DPR  mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Ketentuan mengenai kewajiban tersebut terdapat dalam Pasal 24C ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar”.

Dalam hal ini, setelah Pansus melakukan penyelidikan terhadap adanya dugaan keterlibatan Presiden Jokowi dalam memenangkan Paslon 02 Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024, DPR akan menggunakan hak menyatakan pendapatnya kepada MK. Selanjutnya MK akan menggelar persidangan guna memeriksa, mengadili dan memutus  dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud oleh DPR yang dilakukan oleh Presiden dan/wakil presiden. MK dalam menjalankan peran serta kewajibannya untuk memberikan putusan tersebut, bukanlah proses yang mudah untuk dilakukan. Sebagai salah satu lembaga pemegang kekuasaan kehakiman, MK dituntut untuk dapat menjunjung tinggi asas-asas dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Asas-asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman ini diperlukan guna menegakan hukum dan keadilan.

Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 (UU 49/2009)  tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib menjaga kemandirian peradilan. Kemandirian peradilan atau independensi kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk memeriksa, mengadili, dan memutus tanpa dipengaruhi kepentingan salah satu pihak. Menurut Anwar Usman, independensi kekuasaan kehakiman merupakan prasyarat mutlak untuk menegakkan hukum dan keadilan.[49] Adanya Independensi kekuasaan kehakiman menjadi penting dalam menghasilkan putusan MK berkualitas yang mencerminkan terwujudnya penegakan hukum dan keadilan. Sehingga dalam hal ini, ketika MK memeriksa, mengadili dan memutus dugaan terkait keterlibatan Jokowi dalam Pilpres 2024, MK diwajibkan untuk menjaga independensi kekuasaan kehakiman guna menghasilkan putusan yang berkualitas.

Kilas Balik Pemakzulan Pada Era Abdurrahman Wahid

Melihat sejarah, Indonesia pernah mengalami proses pemakzulan Presiden pada tahun 2001 yang dilakukan terhadap  Presiden Abdurrahman Wahid. Pemakzulan tersebut disebabkan oleh  dekrit yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid yang berisi :

  1. Membekukan MPR dan DPR Republik Indonesia.
  2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun.
  3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru, dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.

Dekrit ini dikeluarkan dengan dalih memperhatikan perkembangan politik yang menuju pada kebuntuan politik akibat krisis konstitusional yang berlarut-larut. Abdurrahman Wahid memerintahkan seluruh jajaran Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk mengamankan langkah-langkah penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dekrit ini ditandatangani oleh Abdurrahman Wahid selaku Presiden Republik Indonesia saat itu.

Dalam pengantar sidang yang dimulai Senin, 23 Juli 2001, Ketua MPR Amien Rais menyatakan Dekrit Presiden dikeluarkan tanpa mempertimbangkan konstitusi dan kondisi objektif yang ada. Senada dengan Ketua MPR, Mahkamah Agung dalam pernyataannya menyatakan bahwa dikeluarkannya Dekrit Presiden sebagaimana dinyatakan dalam Maklumat Presiden RI bertentangan dengan hukum. Hal tersebut dikarenakan DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden sebab presiden diangkat oleh MPR dan bertanggungjawab kepada MPR sebagai representasi masyarakat. Penentuan sikap MPR terhadap pertanggungjawaban Presiden diikuti juga dengan pengambilan keputusan mengenai penetapan Wakil Presiden sebagai Presiden yang diambil hari itu juga. Dalam rangka menentukan sikap MPR terhadap pertanggungjawaban Presiden serta penentuan keputusan mengenai penetapan Wakil Presiden melalui pemungutan suara dengan cara berdiri ada dua fraksi yang tidak hadir dalam pemungutan suara tersebut yaitu Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa (F-PDKB) dan Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB). Hasil pemungutan suara yang dilakukan oleh MPR  menghasilkan 591 suara setuju memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden sekaligus menetapkan Wakil Presiden, Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden menggantikan Abdurrahman Wahid.[47]

Peristiwa pemakzulan Presiden yang dialami oleh Abdurrahman Wahid, menunjukkan dan menegaskan bahwa jabatan Presiden tidaklah kebal dari tanggung jawab baik secara hukum maupun politik. Tidak ada seorangpun yang memiliki kekebalan hukum atau hak imunitas di Indonesia yang menjunjung tinggi prinsip negara hukum. Siapapun orangnya , termasuk Presiden atau Wakil Presiden, dapat dipecat dari jabatannya jika terbukti melakukan kesalahan . Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, Presiden memiliki tanggung jawab untuk bertanggung jawab atas kekuasaannya kepada rakyat.

Jika pemakzulan atas Presiden Jokowi atas dugaan keterlibatan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024 benar terlaksana tentunya akan mengganggu stabilitas pemerintahan Jokowi yang saat ini hampir didukung seluruh partai di parlemen kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Stabilitas politik akan terganggu dan menimbulkan perpecahan dalam koalisi pro-pemerintah di parlemen, saat ini Partai Nasional Demokrat (Nasdem) serta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang ada di dalam koalisi pro-pemerintah mulai menggulirkan hak angket baik itu dengan pernyataan di dalam parlemen maupun di luar parlemen. Pemerintahan Jokowi yang akan berakhir membutuhkan kestabilan secara ekonomi disaat banyaknya proyek-proyek skala besar yang akan diselesaikan pada tahun ini seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) serta proyek-proyek lainnya yang masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Sedangkan jika dilihat dari stabilitas ekonomi, tidak stabilnya pemerintahan akan membuat persepsi negatif dari investor-investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia.

Dampak Terhadap Stabilitas Politik

Upaya Pengajuan Hak Angket terhadap pemerintah atas dugaan keterlibatan dalam kontestasi Pilpres 2024 melalui hak angket telah diajukan, dorongan kepada DPR untuk menggunakan hak angket bisa dilihat pada rapat paripurna ke-13 masa persidangan IV tahun sidang 2023-2024, salah satunya dilontarkan oleh Aus Hidayat Nur dari Fraksi PKS daerah pemilihan Kalimantan Timur yang mendorong DPR-RI untuk menggunakan hak angket untuk mengklarifikasi kecurigaan dan praduga masyarakat atas sejumlah masalah dalam penyelenggaraan Pilpres 2024[48]. Selain dorongan kepada DPR untuk menggunakan hak angket, DPD dalam rapat paripurna ke-9 Masa Sidang IV Tahun Sidang 2023-2024 telah menyepakati pembentukan pansus dugaan kecurangan Pilpres 2024[49]. Dengan melihat beberapa peristiwa diatas, prospek keberlangsungan pemerintahan Jokowi yang sebentar lagi akan berakhir menurut kami akan cukup terganggu, tapi pada sisi yang lain adanya upaya pengguliran hak angket oleh DPR maupun pembentukan panitia khusus dugaan kecurangan Pilpres 2024 membuktikan nilai-nilai serta proses demokrasi di Indonesia tetap berjalan dengan baik. Peristiwa di atas menimbulkan pertanyaan, apakah dengan waktu yang sangat terbatas DPR dapat menggulirkan hak angket, mengingat pada sidang paripurna yang berlangsung kemarin baru ada 3 fraksi yaitu PKS, PDIP, dan PKB yang mendorong adanya hak angket[50]. Jumlah fraksi yang mendukung masih sangat jauh dari ketentuan persetujuan digulirkannya pengusulan hak angket menjadi hak angket yaitu ½ dari jumlah anggota DPR menurut ayat (3) Pasal 199 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014. Kami menilai, perlu adanya konsolidasi politik yang besar dalam waktu yang sedikit dalam rangka menggulirkan hak angket.

BAB  IV

KESIMPULAN

Hak Angket bukan merupakan instrumen yang tepat jika ditujukan untuk membatalkan kemenangan Paslon 02 Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Sebab, untuk membatalkan kemenangan Paslon 02 Prabowo-Gibran diperlukan proses dan putusan sidang perselisihan hasil pemilihan umum ke MK, bukan dengan Hak Angket. Hak Angket hanya dapat menginvestigasi pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kehidupan bernegara dan peraturan perundang-undangan. Pengajuan Hak Angket dengan harapan dibatalkannya kemenangan Paslon 02 Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 tidak akan membuahkan hasil, kecuali pengajuan pelaksanaan Hak Angket memang secara tersirat ditujukan untuk memakzulkan Presiden Jokowi dan  menjadi alat politik untuk memberikan rasa ketidakpercayaan masyarakat kepada Presiden dan Wakil Presiden yang baru, yaitu Prabowo dan Gibran Hak Angket pada masa sidang kali ini digunakan sebagai alat politik.

Daftar Pustaka

Jurnal

Naswar, Naswar. 2012. “HAK ANGKET DALAM KONSTELASI KETATANEGARAAN INDONESIA.”  https://media.neliti.com/media/publications/229161-hak-angket-dalam-konstelasi-ketatanegara-cc1a62bd.pdf.

Buku

 Majelis Permusyawaratan Rakyat: Republik Indonesia sejarah, realita, dan dinamika. Indonesia: Sekretariat Jenderal, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Republik Indonesia, 2006. hal 60-61

Artikel

CNN Indonesia. 2023. “Fahri Ungkap Awal Mula Prabowo Bisa Bergabung dengan Jokowi.” CNN Indonesia, 29 Oktober, 2023. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231028173735-617-1017123/fahri-ungkap-awal-mula-prabowo-bisa-bergabung-dengan-jokowi.

Aryandani, Renie. 2024. “Arti Pemakzulan Presiden dan Mekanismenya.” https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-pemakzulan-presiden-dan-mekanismenya-lt5821445b3d1a4.

BBC. 2023. “Pilpres 2024: PPP dan PDIP pilih Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.” BBC, 21 April, 2023. https://www.bbc.com/indonesia/articles/ckrk2ynv9npo.

CNN Indonesia. 2023. “Prabowo Sebut Negara-negara Lain Bingung Dia Bisa Gabung Jokowi.” CNN Indonesia, 17 Maret, 2023. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230317131653-617-926357/prabowo-sebut-negara-negara-lain-bingung-dia-bisa-gabung-jokowi.

CNN Indonesia. 2023. “Apa Arti Cawe-cawe? Diksi Bahasa Jawa yang Dipopulerkan Jokowi.” CNN Indonesia, 20 Juni, 2023. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20230619163821-277-963870/apa-arti-cawe-cawe-diksi-bahasa-jawa-yang-dipopulerkan-jokowi.

CNN Indonesia. 2023. “Golkar Resmi Usung Gibran Rakabuming Jadi Cawapres Prabowo.” CNN Indonesia, 21 Oktober, 2023. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231021113314-617-1014163/golkar-resmi-usung-gibran-rakabuming-jadi-cawapres-prabowo.

CNN Indonesia. 2023. “Fahri Ungkap Awal Mula Prabowo Bisa Bergabung dengan Jokowi.” CNN Indonesia, 29 Oktober, 2023. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231028173735-617-1017123/fahri-ungkap-awal-mula-prabowo-bisa-bergabung-dengan-jokowi.

Kumalasanti, Susana R. 2024. “Hak Angket DPR, Mungkinkah Menjadi Pintu Masuk Pemakzulan Presiden?” Kompas.id, 24 Februari, 2024. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/02/21/hak-angket-dpr-mungkinkah-menjadi-pintu-masuk-pemakzulan-presiden?open_from=Search_Result_Page.

Martiar, Norbertus A., Hidayat Salam, and Mawar K. Wulan. 2024. “Sinyal Jokowi Dukung Prabowo Kian Kuat.” Kompas.id, 6 Januari, 2024. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/01/06/sinyal-jokowi-dukung-prabowo-kian-kuat.

Natalia, Tasya. 2024. “Bansos Jadi Sorotan Menjelang Pilpres 2024, Begini Datanya!” CNBC Indonesia, 4 Februari, 2024. https://www.cnbcindonesia.com/research/20240204172607-128-511564/bansos-jadi-sorotan-menjelang-pilpres-2024-begini-datanya.

Novianto, Raka D. 2023. “Jokowi Foto Bareng Prabowo dan Ganjar di Sawah, Sinyal Pilpres 2024?” Sindonews, 9 Maret, 2023. https://nasional.sindonews.com/read/1042279/12/jokowi-foto-bareng-prabowo-dan-ganjar-di-sawah-sinyal-pilpres-2024-1678345386.

Nugraheny, Dian E., and Sabrina Asril. 2023. “Kaleidoskop 2023: Catatan Cawe-cawe Jokowi Jelang Pemilu 2024 Halaman all – Kompas.com.” KOMPAS.com, 28 Desember, 2023. https://nasional.kompas.com/read/2023/12/28/13560181/kaleidoskop-2023-catatan-cawe-cawe-jokowi-jelang-pemilu-2024?page=all.

Tempo. 2024. “Membedah Hak Angket DPR – Nasional Tempo.co.” Nasional.

Wardah, Fathiyah. 2023. “Prabowo-Gibran Resmi Daftar ke KPU.” VOA Indonesia, 25 Oktober, 2023. https://www.voaindonesia.com/a/prabowo-gibran-resmi-daftar-ke-kpu/7325604.html.

Yuniarto, Topan. 2024. “Memahami Hak Angket DPR – Kompaspedia.” Kompaspedia, 28 Februari, 2024. https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/memahami-hak-angket-dpr.

Farisa, Fitria C. 2024. “Pakar: Hak Angket DPR Tak Bisa Batalkan Hasil Pemilu, MK yang Berwenang Halaman all – Kompas.com.” KOMPAS.com, 26 Februari, 2024. https://nasional.kompas.com/read/2024/02/26/12280221/pakar-hak-angket-dpr-tak-bisa-batalkan-hasil-pemilu-mk-yang-berwenang?page=all.

Yuniarto, Topan. 2021. “Mahkamah Konstitusi – Kompaspedia.” Kompaspedia, 4 Maret, 2021. https://kompaspedia.kompas.id/baca/profil/lembaga/mahkamah-konstitusi.

Abdurrahman, Sultan. 2024. “PKS, PKB dan PDIP Suarakan Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu 2024 di Sidang Paripurna DPR.” Tempo.co, 5 Maret, 2024. https://nasional.tempo.co/read/1841164/pks-pkb-dan-pdip-suarakan-hak-angket-dugaan-kecurangan-pemilu-2024-di-sidang-paripurna-dpr.

Aditya, Nicholas R., dan Krisiandi. 2024. “Suarakan Hak Angket Pemilu, Anggota F-PKS: Berbagai Kecurigaan Perlu Direspons DPR.” KOMPAS.com, 5 Maret, 2024. https://nasional.kompas.com/read/2024/03/05/11531211/suarakan-hak-angket-pemilu-anggota-f-pks-berbagai-kecurigaan-perlu-direspons.

Sulistya, Ananda R. 2024. “Apa Alasan DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu 2024?” Tempo.co, 7 Maret, 2024. https://nasional.tempo.co/read/1842021/apa-alasan-dpd-ri-bentuk-pansus-kecurangan-pemilu-2024.

 Sumber Hukum

“UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERW.” 2014. https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_17.pdf.

RI, JDIH MK. n.d. “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Lampiran UUD 1945. Accessed 03 07, 2024. https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/UUD_1945_Perubahan.pdf.

[1] CNN Indonesia. 2023. “Fahri Ungkap Awal Mula Prabowo Bisa Bergabung dengan Jokowi.” CNN Indonesia, 29 Oktober, 2023. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231028173735-617-1017123/fahri-ungkap-awal-mula-prabowo-bisa-bergabung-dengan-jokowi.

[2] CNN Indonesia. 2023. “Prabowo Sebut Negara-negara Lain Bingung Dia Bisa Gabung Jokowi.” CNN Indonesia, 17 Maret, 2023. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230317131653-617-926357/prabowo-sebut-negara-negara-lain-bingung-dia-bisa-gabung-jokowi.

[3] Novianto, Raka D. 2023. “Jokowi Foto Bareng Prabowo dan Ganjar di Sawah, Sinyal Pilpres 2024?” Sindonews, 9 Maret, 2023. https://nasional.sindonews.com/read/1042279/12/jokowi-foto-bareng-prabowo-dan-ganjar-di-sawah-sinyal-pilpres-2024-1678345386.

[4] BBC Indonesia. 2023. “Pilpres 2024: PPP dan PDIP pilih Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.” BBC Indonesia, 21 April, 2023.

https://www.bbc.com/indonesia/articles/ckrk2ynv9npo.

[5] CNN Indonesia. 2023. “Apa Arti Cawe-cawe? Diksi Bahasa Jawa yang Dipopulerkan Jokowi.” CNN Indonesia, 20 Juni,, 2023. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20230619163821-277-963870/apa-arti-cawe-cawe-diksi-bahasa-jawa-yang-dipopulerkan-jokowi.

[6] Nugraheny, Dian E., and Sabrina Asril. 2023. “Kaleidoskop 2023: Catatan Cawe-cawe Jokowi Jelang Pilpres 2024 Halaman all – Kompas.com.” KOMPAS.com, 28 Desember, 2023. https://nasional.kompas.com/read/2023/12/28/13560181/kaleidoskop-2023-catatan-cawe-cawe-jokowi-jelang-Pilpres-2024?page=all.

[7] CNN Indonesia. 2023. “Golkar Resmi Usung Gibran Rakabuming Jadi Cawapres Prabowo.” CNN Indonesia, 21 Oktober, 2023. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231021113314-617-1014163/golkar-resmi-usung-gibran-rakabuming-jadi-cawapres-prabowo.

[8] Wardah, Fathiyah. 2023. “Prabowo-Gibran Resmi Daftar ke KPU.” VOA Indonesia, 25 Oktober, 2023. https://www.voaindonesia.com/a/prabowo-gibran-resmi-daftar-ke-kpu/7325604.html.

[9] Martiar, Norbertus A., Hidayat Salam, and Mawar K. Wulan. 2024. “Sinyal Jokowi Dukung Prabowo Kian Kuat.” Kompas.id, 6  Januari, 2024. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/01/06/sinyal-jokowi-dukung-prabowo-kian-kuat.

[10] Natalia, Tasya. 2024. “Bansos Jadi Sorotan Menjelang Pilpres 2024, Begini Datanya!” CNBC Indonesia, 4 Februari, 2024. https://www.cnbcindonesia.com/research/20240204172607-128-511564/bansos-jadi-sorotan-menjelang-pilpres-2024-begini-datanya.

[11] Yuniarto, Topan. 2024. “Memahami Hak Angket DPR – Kompaspedia.” Kompaspedia, 28 Februari, 2024. https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/memahami-hak-angket-dpr.

[12] Aryandani, Renie. 2024. “Arti Pemakzulan Presiden dan Mekanismenya.” Hukumonline, 28 Februari, 2024 .https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-pemakzulan-presiden-dan-mekanismenya-lt5821445b3d1a4.

[13] Naswar, Naswar. 2012. “HAK ANGKET DALAM KONSTELASI KETATANEGARAAN INDONESIA.” Neliti. https://media.neliti.com/media/publications/229161-hak-angket-dalam-konstelasi-ketatanegara-cc1a62bd.pdf.

[14] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/UUD_1945_Perubahan.pdf

[15] Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014. https://peraturan.bpk.go.id/Details/38643/uu-no-17-tahun-2014

[16] Indonesia, Peraturan DPR No.1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib hlm 125

https://peraturan.bpk.go.id/Details/256012/peraturan-dpr-no-1-tahun-2020

[17] Ibid

[18] Ibid

[19] Ibid

[20] Ibid

[21] Ibid, hlm. 126

[22] Ibid, hlm. 125

[23] Dwi Arjanto. 2024. “Membedah Hak Angket DPR” Tempo, 26 Februari, 2024. https://nasional.tempo.co/read/1837824/membedah-hak-angket-dpr

[24] Defara Dhanya. 2024. “Kubu Anies dan Ganjar Pastikan Ajukan Hak Angket, TKN: Hak Mereka” Tempo, 3 Maret, 2024. https://nasional.tempo.co/read/1840389/kubu-anies-dan-ganjar-pastikan-ajukan-hak-angket-tkn-hak-mereka?tracking_page_direct

[25] Bisma Septalisma. 2024. “Mengenal Apa Itu Hak Angket DPR, Syarat, Fungsi dan Contoh” CNN Indonesia, 21 Februari, 2024. https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20240221102100-561-1065333/mengenal-apa-itu-hak-angket-dpr-syarat-fungsi-dan-contoh

[26] Parandaru, I., “Sejarah Pilpres: Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi” Kompaspedia, 2 Maret 2024 https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/sejarah-Pilpres-sengketa-pilpres-di-mahkamah-konstitusi

[27] BBC 2019, “Hasil sidang MK: Hakim menolak seluruh gugatan permohonan Prabowo-Sandiaga” BBC, 27 Juni 2019 https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48782425

 

[28] BBC 2019 , “Hasil sidang MK: Hakim menolak seluruh gugatan permohonan Prabowo-Sandiaga” BBC, 27 Juni 2019 https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48782425

[29] Parandaru, I., “Sejarah Pilpres: Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi” Kompaspedia, 2 Maret 2024

https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/sejarah-Pilpres-sengketa-pilpres-di-mahkamah-konstitusi

[30] Wiryono, S., Prabowo, D., “KawalPilpres Sebut Tak Ada Kecurangan Pilpres, Pengamat: Justru Kerawanan Selalu Ada” Kompas.com, 12 Maret 2024.

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/12/22320611/kawalPilpres-sebut-tak-ada-kecurangan-Pilpres-pengamat-justru-kerawanan-selalu

[31] Newswire, “Ini Modus PPLN Kuala Lumpur Lakukan Kecurangan Pilpres 2024” Bisnis.com, Kamis, 14 Maret 2024

https://kabar24.bisnis.com/read/20240314/15/1749132/ini-modus-ppln-kuala-lumpur-lakukan-kecurangan-Pilpres-2024

[32]  CNN Indonesia, “PDIP Siapkan Kapolda Jadi Saksi Dugaan Kecurangan Pilpres 2024” CNN Indonesia, 12 Maret 2024.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240312070754-617-1073231/pdip-siapkan-kapolda-jadi-saksi-dugaan-kecurangan-Pilpres-2024

[33] Parandaru, I., “Sejarah Pilpres: Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi” Kompaspedia, 2 Maret 2024. https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/sejarah-pemilu-sengketa-pilpres-di-mahkamah-konstitusi

[34]Indonesia, Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum No.8 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum

https://peraturan.bpk.go.id/Details/263970/peraturan-bawaslu-no-8-tahun-2022

[35] Indonesia, Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum.

https://www.mkri.id/public/content/pmk/PMK_PMK4.pdf

[36] Ibid, hlm 6

[37] Ibid.

[38] Ibid, hlm. 7

[39] Farisa, Fitria C. 2024. “Pakar: Hak Angket DPR Tak Bisa Batalkan Hasil Pilpres, MK yang Berwenang Halaman all – Kompas.com.” KOMPAS.com, 26 Februari, 2024. https://nasional.kompas.com/read/2024/02/26/12280221/pakar-hak-angket-dpr-tak-bisa-batalkan-hasil-Pilpres-mk-yang-berwenang?page=all.

[40] Yuniarto, Topan. 2021. “Mahkamah Konstitusi – Kompaspedia.” Kompaspedia, 4 Maret, 2021. https://kompaspedia.kompas.id/baca/profil/lembaga/mahkamah-konstitusi.

[41] Yaputra, Hendrik. 2024. “Ujung Jalan Penyelesaian Sengketa Pilpres”. Koran TEMPO, 17, Februari 2024. https://koran.tempo.co/read/nasional/487308/bagaimana-penyelesaian-sengketa-Pilpres-2024

[42] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/UUD_1945_Perubahan.pdf

[43] Tempo. 2024. “Cara Jokowi Meredam Hak Angket DPR tentang Kecurangan Pilpres” Majalah Tempo, 25 Februari, 2024.https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/170977/hak-angket-kecurangan-Pilpres-jokowi

[44] Nasrudin Y, Achmad. 2024. “Bagi-bagi Bansos di Musim Kampanye, Berbau Politis hingga Diduga Menyandera Rakyat ” nasional kompas, 26 Januari, 2024. https://nasional.kompas.com/read/2024/01/26/07150331/bagi-bagi-bansos-di-musim-kampanye-berbau-politis-hingga-diduga-menyandera?page=all

[45]  Chusna F Fitria “Sentimen Negatif usai Jokowi mengaku jokowi mengaku cawe-cawe.”  Nasional Kompas 31 Mei, 2023 https://nasional.kompas.com/read/2023/05/31/16242551/sentimen-negatif-usai-jokowi-mengaku-cawe-cawe-urusan-pemilu-2024?page=al

[46] Rizky, Martyasari. 2023. “Ramai-ramai Tokoh Beri Komentar Jokowi cawe-cawe” CNBC Indonesia, 2 Juni, 2023.  https://www.cnbcindonesia.com/news/20230602081326-4-442502/ramai-ramai-tokoh-beri-komentar-jokowi-cawe-cawe

[47] Majelis Permusyawaratan Rakyat, Republik Indonesia: sejarah, realita, dan dinamika. Indonesia: Sekretariat Jenderal, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Republik Indonesia, 2006. hal 60-61

[48] Aditya, Nicholas Ryan. 2024. “Suarakan Hak Angket Pemilu, Anggota F-PKS: Berbagai Kecurigaan Perlu Direspons DPR ”. Kompas.com, 5 Maret 2024. https://nasional.kompas.com/read/2024/03/05/11531211/suarakan-hak-angket-pemilu-anggota-f-pks-berbagai-kecurigaan-perlu-direspons

[49] Sulistya, Ananda Ridho. 2024. “Apa Alasan DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu 2024?”. Kompas.com, 7 Maret 2024. https://nasional.tempo.co/read/1842021/apa-alasan-dpd-ri-bentuk-pansus-kecurangan-pemilu-2024

[50]  Abdurrahman, Sultan. 2024. “PKS, PKB dan PDIP Suarakan Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu 2024 di Sidang Paripurna DPR”. Tempo.co, 5 Maret 2024. https://nasional.tempo.co/read/1841164/pks-pkb-dan-pdip-suarakan-hak-angket-dugaan-kecurangan-pemilu-2024-di-sidang-paripurna-dpr

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *